Minggu, 28 Desember 2008

MASIHKAH PERAYAAN NATAL INDEPENDEN ?

Oleh : P. Erianto Hasibuan
Lama sudah penulis tidak pernah menyaksikan acara acara Natal bersama tingkat nasional yang disiarkan langsung oleh TVRI. Teramat lama hingga penulis sendiri tidak lagi mengingat kapan terakhir penulis menyaksikannya. Yang pasti penulis ingat adalah bagaimana kepiawaian seorang T.B. Silalahi meramu acara Natal tersebut dengan menampilkan berbagai pementasan yang menawan dan mengagumkan, termasuk prestasi para anak bangsa.
Natal bersama 27 Desember 2008 masih dengan sentuhan tangan dingin seorang T.B. Silalahi yang memiliki kemampuan seni dan wawasan kebangsaan yang luar biasa, meramu acara hingga tanggan enggan memindahkan saluran TV.
Dengan tema “Hiduplah Damai Dengan Semua Orang” yang diambil dari Roma 12 : 18 b. Acara yang dihadiri oleh Presiden SBY dan Ibu Ani juga Wkl Presiden Jusuf Kala dan Ibu, menurut laporan panitia dihadiri lebih dari 6.000 pengunjung. Selain disiarkan langsung ke seluruh Indonesia, ditengah-tengah acara dilakukan tele conference yang dipandu oleh T.B Silalahi antara Presiden dengan Gubernur Sumut Syamsul Arifin dari Siborong-borong.
Era Sebelumnya seingat penulis, Presiden memang selalu hadir dalam acara Natal bersama tingkat nasional, tetapi tidak dengan wakil presiden. Mungkin timing yang baik saat ini, menjelang tahun 2009 yang membuat kedua petinggi RI 1 dan RI 2 merasa mereka penting untuk hadir pada acara tersebut.
Indonesia Jaya
Tayangan berdurasi kurang lebih 5 menit ditengah-tengah acara, yang menggambarkan bagaimana keadaan Indonesia terkini, semula mengundang kekaguman penulis, bagaimana potensi wilayah Indonesia disajikan dan prestasi seni, budaya, pendidikan dan olah raga ditampilkan. Yang mengagumkan adalah uraian T.B Silalahi akan kehadiran Robot Asimo diacara tersebut. Beliau menjelaskan bahwa penampilan Asimo adalah untuk yang kedua kalinya, setelah penampilan perdana pada natal dua tahun lalu. Keberadaan Asimo yang diplesetkan sebagai “Aritonang dan Simomora” telah menjadi jembatan untuk menjelaskan ide besar beliau, untuk mengajak bangsa ini mengusasi high technology. Kritikan bahwa Asimo diciptakan setelah Aritonang menyaksikan pertunjukan “sigale-gale” (sebuah pertunjukan boneka dalam tradisi Batak) di depan rumah Simamora, kemudian setelah kembali ke Jepang ia menciptakan Asimo.
Tidak demikian dengan di tempat asalnya, “sigale-gale” tetap menjadi “sigale-gale” tanpa ada inovasi yang bersifat “high tech”. Untuk menunjukkan bagaimana ide besar beliau telah mulai membuahkan hasil, sejak penampilan Asimo dua tahun yang lalu, kemudian diceritakan bagaimana keberhasilan berbagai PTN dalam kontes robot di tingkat internasional. Seperti ITS, ITB dlsb. Pandangan visioner tersebut merupakan hal yang mengagumkan dari seorang T.B Silalahi.
Namun tampilan slide kemudian membuat kekaguman sedikit “ternoda” kepada “pengkultusan” pemimpin yang sedang berkuasa. Slide kemudian berisi aktivitas Presiden meliputi prestasi dan upaya yang “berhasil” dan dalam proses “keberhasilan” yang sedang dijalankan pemerintah dalam menghadapi krisis global.
Tak pelak lagi bahwa tampilan tersebut laiknya sebuah paparan akan keberhasilan pemerintah SBY, pendapat ini diperkuat dengan sangat apik oleh T.B Silalahi dengan mewawancarai ibi-ibu pedagang Pasar Senen yang dimanifestasikan mewakili 20 juta pedagang kecil se Indonesia.
Perhatikan petikan wawancara, dimaksud :
TB: Jika ibu jadi Menteri (Perdagangan, karena sebelumnya menyebut Mari E. Pangestu-pen) dapatkah dalam sepuluh hari atau satu bulan ini, ibu menurunkan harga sembako?
Pd: Tidak mungkin Pak, karena adanya krisis global.
(TB = T.B. Silalahi ; Pd = Ibu Pedagang di Pasar Senen)

Wawancara ini dapat dipastikan bukanlah sebuah wawancara spontan, tetapi telah diskenariokan dengan apik dengan tujuan membawa opini publik bahwa kondisi yang memprihatinkan saat ini memang sudah selayaknya terjadi. Dengan kata lain kondisi kerumitan ekonomi saat ini bukan karena ketidak mampuan pemerintah, tetapi karena kondisi global, jadi tidak perlu mempersalahkan pemerintah.

T.B Silalahi memang seharusnya sudah harus pensiun sebagaimana yang diutarakan beliau sendiri, karena tidak cukup sampai disitu, beliau benar-benar telah kehilangan kendali dan melupakan bahwa ybs bukan sedang berkampanye, tetapi merayakan Natal. Coba perhatikan pernyataan ybs di atas panggung Natal yang disaksikan secara Nasional :
“ Presiden suka menyanyi kok di kritik”.

Belum puas dengan itu semua, bak anak kecil yang takut kehilangan mainannya, ybs menggunakan robot Asimo sebagai sarana untuk menjelaskan secara gamlang untuk apa sesungguhnya perayaan Natal bersama tersebut dilakukan. Coba perhatikan pernyataan Asimo berikut :
“Saya ingin bertemu kembali dengan Presiden SBY ditempat ini Desember 2009”
Penulis tidak perlu lagi menanggapi pernyataan ini, dan siapapun tahu apa maksud dari pernyataan tersebut tanpa perlu berfikir panjang.

Independensi
Independensi adalah kata yang mudah untuk diucapkan, tetapi tidaklah mudah untuk melakukannya. Utamanya saat adanya konflik kepentingan diantara peran yang disandang oleh seseorang. Ketua Panitia Natal 2008 Purnomo Yusgiantoro adalah menteri ESDM. Tetapi sekalipun beliau adalah menteri di pemerintahan SBY, namun bukan berasal dari Partai Politik. Sejak pemerintahan Megawati, beliau telah menjadi Menteri. Beliau direkrut menjadi menteri karena kemampuan dibidangnya, sehingga dapat dikategorikan sebagai seorang profesional.
T.B. Silalahi saat ini salah seorang Penasihat Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada pemilu 2004 sebagai Ketua Tim Suksesnya SBY. Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya bagi beliau untuk berdiri pada dua sisi namun tetap mempertahankan independensi. Pemilu tinggal hitungan bulan, pada sisi lain ada even dimana beliau memiliki keahlian, bahkan acara natal seolah identik dengan nama T.B Silalahi (selama 16 tahun berperan aktif), akankah beliau dapat melewatkan acara tersebut begitu saja ? Penulis dapat membayangkan, bagaimana panitia yang lain termasuk ketua panitia merasa belum layak untuk menolak setiap gagasan beliau. Sekalipun penulis yakin, diantara panitia masih ada yang merasakan aroma “kampanye” dalam acara tersebut. Namun kemampuan dan kekuasaan beliau telah membunuh nyali panitia lainnya.
Kemapanan
Acara Natal bersama tahun 2008, menjadi contoh kecil bagi kita untuk menggambarkan bagaimana kondisi di negara ini. Kemapanan (status quo/inqumben) dapat membuat seorang yang sangat profesional sekalipun kehilangan kredibilitasnya bahkan ke profesionalannya bila berhadapan dengan kemapanan.
Penulis yakin, pasti ada anak bangsa yang memiliki kemampuan seni dan krestivitas yang dapat menggantikan peran T.B Silalahi, tetapi persoalannya adalah apakah calon pengganti memiliki kemampuan dan nyali untuk mengambil alih kepemimpinan tersebut. Persoalan yang lebih pelik adalah, apakah si pemilik peran bersedia dengan lapang dada menyerahkan tongkat kepemimipinan tersebut ?. Jika menyerahkan saja belum bersedia, bagaimana mungkin untuk membimbing penerusnya ?. Lalu yang terjadi adalah laiknya iklan Ligna : Sudah duduk lupa berdiri.
Soeharto adalah contoh nyata ketidak pekaan kemapanan. Tetapi apakah estafet kepemimpinan selalu akan dilakukan dengan pola “people power” ? Para pemegang kemapanan seharusnya lebih arif belajar dari riwayat Soeharto. Andai ybs tidak hanya mendengar suara dari pihak pemegang kemapanan, maka beliau akan mengakhiri tugasnya dengan sangat indah, setidaknya bagaikan sambutan masyarakat saat meninggalnya Ibu Tien Soeharto. Tetapi kesalahan beliau telah menghasilkan hujatan.
Harapan
Penulis bukan anggota parpol manapun, sebagaimana pengakuan kelompok paduan suara ibu pedagang pasar senen. Jadi tidak ada motif politik apapun dalam tulisan ini. Keprihatianan terbesar penulis adalah :
(1) Perayaan Natal, sekalipun bukan Ibadah tetapi tetap berisi pengagungan nama Tuhan, dengan motif Kemuliaan bagi Nama Tuhan dan Damai Sejahtera di Bumi, bagi mereka yang percaya pada Nya. Motif diluar itu seharusnya tidak mengatas namakan perayaan Natal.
(2) Ketokohan seseorang hendaknya bertahan hingga akhir hayat, jangan lagi pernah terjadi ketokohan yang dibangun berpuluh-puluh tahun, menjadi sirna hanya karena ketidak pekaan sekejap.
(3) Agama adalah sarana manusia bertemu dengan khaliknya melalui pengenalan secara benar. Penggunaan sarana agama untuk kepentingan kelompok adalah pendegradasian dari Agama.
Akhirnya, penulis berharap para pemimpin serta pemegang kemapanan dapat memberikan contoh yang baik, dan kaum muda tetap memiliki keberanian untuk mengkritisi secara santun, sekalipun menghadapi para pemimpin dengan ketokohan yang mumpuni.
Bekasi, 28 Des 2008.

Kamis, 04 Desember 2008

Pemaknaan sebagai sumber motivasi

Oleh : P. Erianto Hasibuan

Siapa yang memiliki suatu alasan (why) untuk hidup akan sanggup mengatasi persoalan hidup dengan cara (how) apa pun. Nietzsche

Nama Nietzsche bukanlah nama yang akrab ditelinga kita, tetapi nama David Clarence McClelland (191727 Maret 1998) tentu nama yang tidak asing bagi mereka yang bergelut dibidang manajemen , nama tokoh peraih Ph.D dalam bidang psikologi eksperimental pada Universitas Yale tahun 1941, cukup dikenal berkat bukunya The achieving society (1961). Tetapi kita mengenal nama McClelland lebih karena penggunaan soft competence yang mengacu pada apa yang diformulasikannya. McClelland merumuskan bahwa motivasi manusia dibagi kedalam tiga kebutuhan utama, yaitu: Kebutuhan untuk berprestasi (Need for achievement/n-Ach), Kebutuhan untuk berkuasa (Need for power/n-Pow) dan Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for affiliation /n-Aff). Pokok penting dari masing-masing kebutuhan berbeda untuk tiap-tiap individu dan juga tergantung pada latar belakang kultur masing-masing individu. Ia juga menyatakan bahwa motivasi yang kempleks ini adalah suatu faktor penting didalam perubahan sosial dan evolusi didalam kemasyarakatan. Peninggalannya juga termasuk sistim skoring yang dikembangkan bersamaan untuk Thematic Apperception Test (TAT) yang dikembangkan oleh Murray and Morgan (1935). TAT tersebut digunakan untuk menilai personaliti dan meneliti motivasi seseorang. Inilah yang banyak kita gunakan utamanya dalam penilaian soft competence. Masih ingat dengan wawancara yang dimaksudkan untuk menggali seberapa besar kita memiliki n-Ach, n-Aff dan n-Pow?, bahkan setiap tahun kita akan mengulangi hal yang sama bila kita tidak cukup tertib mengamati prilaku pegawai yang menjadi tanggung jawab kita untuk menilainya. Jika keduanya tidak dilakukan, maka soft competence, hanya tebakan belaka yang tidak menggambarkan kompetensi sesungguhnya dari pegawai yang dinilai. Pada saatnya bukan tidak mungkin tools yang kita peroleh dengan pengorbanan yang cukup besar hanya akan menjadi hafalan tanpa makna dalam kinerja keseharian.
Seberapa pentingkah pemaknaan tersebut ? Victor E. Frankl menolong kita untuk memahaminya melalui teorinya yang disebut dengan logoterapi yang mengakui adanya dimensi spiritual dan memanfaatkannya untuk mengembangkan hidup bermakna (therapy through meaning). Dari asal katanya, logoterapi berasal dari kata “logos” (bhs Yunani : λογος) yang berarti ‘meaning’ (makna) dan ‘spirituality’ (kerohanian). Logoterapi digolongkan pada Existential Psychiatry dan Humanistic Psychology.
Victor E. Frankl berpendapat bahwa kebutuhan manusia yang lebih mendasar adalah kebutuhan untuk hidup bermakna atau berarti. Keinginan untuk mempunyai makna merupakan salah satu kekuatan motivasi yang ada dalam diri manusia bahkan lebih mendasar daripada “prinsip kesenangan” (pleasure principle) dari Freud atau “keinginan untuk berkuasa” dari Adler. Menurut Frankl, seseorang akan menjadi sakit apabila dia tidak lagi mempertanyakan keberadaannya. Hal ini terjadi karena dia tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya atau istilah Frankl manusia itu sedang berada di dalam “kekosongan eksistensial”
Ajaran Logoterapi
Logoterapi berpandangan bahwa “makna hidup” (the meaning of life) dan “hasrat untuk hidup bermakna” (the will to meaning) merupakan motif azasi manusia yang dapat dilihat dalam dimensi spiritual atau “noetic”. Jadi, Frankl berpendapat bahwa ada dimensi lain selain dimensi somatik dan psikis, yaitu dimensi spiritual. Tampaknya Frankl tidak memisahkan antara fisik, psikis dan spiritual seorang manusia dan menganggapnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Konflik dasar spiritual yang muncul dari dalam diri seseorang dapat terjadi sebagai akibat ketidakmampuannya untuk muncul secara spiritual mengatasi kondisi fisik dan psikisnya. Konflik ini tidak berakar pada kerumitan psikologis, akan tetapi terpusat pada hal spiritual dan etis. Apabila terdapat satu konflik spiritual dapat menyebabkan gangguan psikologis (neurosis) yang disebut Frankl sebagai “noogenic neurosis”. Terapi ini bertujuan untuk memenuhi dorongan spiritual yang dibawa oleh manusia sejak lahir dengan mengeksplorasi makna keberadaan manusia.
Darimana manusia memperoleh makna hidup?, menurut Frankl makna hidup bersumber dari :
1. Nilai-nilai kreatif (creatif values), yaitu : berkarya, bekerja, mencipta, dan melaksanakan satu kegiatan dengan baik karena mencintai kegiatan itu.
2. Nilai-nilai penghayatan (experiental values), yaitu : meyakini dan menghayati kebenaran, keyakinan, keindahan, cinta kasih, dan keimanan.
3. Nilai-nilai bersikap (attitudinal values), yaitu : mengambil sikap tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan.
Apabila seseorang tidak lagi dapat menemukan makna hidup dari kreativitas atau kegiatan yang dilakukan (creatif values) dan pengalaman hidup tidak lagi memberi makna (experiental values), Frankl berpendapat bahwa seseorang masih dapat menemukan makna hidup dengan cara “mengatasi penderitaannya” (attitudinal values). “Attitudinal values” inilah yang merupakan ajaran mendasar dari Frankl dalam logoterapi, yaitu melihat makna positif dari satu penderitaan.
Aplikasi
Frankl seolah menyentakkan kita yang biasa bekerja dengan rutinitas tinggi, utamanya bila kita bekerja berdasarkan kebiasaan yang diwariskan oleh pendahulu kita, hingga tidak jarang terdengar jawaban “dari dulu juga begini !”, bagaimana mungkin kita memberi makna atas suatu pekerjaan yang kita tidak pahami dengan baik mengapa kita melakukan pekerjaan tersebut. Kondisi ini dipahami dengan baik oleh Nietzsche, hingga ia memberi komentar yang singkat namun sarat makna menyangkut teori logo terapi Frankl : Siapa yang memiliki suatu alasan (why) untuk hidup akan sanggup mengatasi persoalan hidup dengan cara (how) apa pun.
Teori Motivasi McClelland ditujukan untuk mengukur soft competence yang dimiliki seseorang untuk dapat sukses, kesuksesan dicapai melalui Nilai-nilai kreatif (creatif values) yang menjadi sumber makna hidup menurut Frank. Dengan demikian organisasi akan sukses bila setiap personil didalam perusahaan berhasil menumbuhkan rasa kecintaan terhadap pekerjaannnya. Menumbuhkan rasa kecintaan adalah pemberian makna dalam bekerja, tanggung jawab ini tidak dapat diserahkan kepada pihak luar atau lembaga lain, tetapi menjadi tanggung jawab setiap mereka yang diserahi tanggung jawab untuk memimpin secara langsung. Tanggung jawab atasan yang lebih tinggi adalah menyediakan sarana penunjang dalam pelaksanaan tersebut. Dengan demikian slogan “jangan berbuat salah” bukan lagi menjadi kemutlakan, tetapi mengapa salah dan bagaimana untuk tidak lagi salah menjadi penting sebagai suatu proses dalam menumbuhkan Nilai-nilai kreatif, tanpa bermaksud membenarkan kesalahan untuk maksud-masksud kepentingan pribadi atau kelompok.
SMK tahun 2008 akan dikorelasikan dengan pemberian jasa produksi (JP), kinerja kadang menjadi “segalanya” mengingat proporsi yang linear dengan tingkat manajerial, sementara pada level non manajerial kompetensi masih memiliki nilai yang signifikan. Kompetensi seyogiaya proporsional dengan kinerja, tetapi kompetensi tanpa makna tidak akan berkorelasi positif secara signifikan. Lalu akankah kegagalan pemberian makna oleh atasan menjadi beban bawahan ? Semoga tidak.
Simpulan
Kerap kita mendengar, seseorang yang taat beragama malah melakukan tindakan tak terpuji, ibadah dilakukan dengan rutin, doa dipanjatkan dengan tekun, tetapi mengapa ia harus mengakhiri hidupnya sendiri ? Inilah hidup tanpa makna menurut Frankl. Dosen saya memberi komentar dengan mengatakan : Victor E. Frankl memusatkan perhatian pada pemberian makna kehidupan yang baik di dalam melihat dan memilih berbagai alternatif kehidupan yang penuh konflik. Pilihan kehidupan yang menuai konflik dapat dibuat bermakna dengan merubah cara berpikir di dalam melihat sebuah fenomena. (Prof. Drs Djamaludin Ancok, Ph.D. Guru Besar Psikologi Sosial Universitas Gadjah Mada)-(hasjuli08)

Bacaan :
Frankl, Victor. E, Man’s Search for Meaning: An Introduction to Logotherapy : An Introduction to, Logotherapy, Washington Square Press, New York, 1963.
Gibson, James L. Organizations : behavior, structure, processes, 9thed. Richard D. Irwin, 1997.
McClelland, D. C. The achieving society. Princeton: Van Nostrand, 1961.
McClelland, D.C., Atkinson, J.W., Clark, R.A., & Lowell, E.L. The achievement motive. Princeton: Van Nostrand, 1953.
Murray, H.A. Explorations in personality, Oxford University Press, New York 1938.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998

Senin, 17 November 2008

Penjaminan Simpanan sebuah Langkah Mundur ?

Oleh : P. Erianto Hasibuan

Masih segar dalam ingatan kita pada era tahun 1998 hingga medio 2006, dimana pemerintah menerapkan kebijakan blanket guarantee, konon satu-satunya di alam raya ini yang menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini kemudian disinyalir menjadikan moral hazard bagi para bankir, karena mereka tidak lagi memikirkan untuk memitigasi risiko, karena hanya dengan menghimpun dana dari pihak ketiga kemudian menempatkannya kembali ke dalam SBI. Bagi Bank yang memiliki kelompok usaha, dana yang dihimpun selanjutnya disalurkan ke kelompok bisnisnya sendiri, sekalipun mereka melanggar BMPK (Legal Lending Limit) tapi mereka tidak pernah pusing karena toh nantinya bisa cincai dengan regulator dan auditor. Belum lama berselang kalangan perbankan kembali ke kitah untuk mengelola portfolionya risikonya dengan cermat dan nasabah memilih banknya dengan tidak hanya mengandalkan pricing berupa suku bunga dan berbagai daya tarik lain, tetapi harus mencermati keamanan bank yang akan dipilihnya. Saat ini dengan argumentasi krisis global pemerintah mengembalikan kebijakan penjaminan hingga mencapai Rp. 2 M. Bahkan sudah terdengar suara-suara dari berbagai kalangan utamanya pemilik dana dengan argumentasi terjadinya capital flight dan negara lain juga akan menerapkan Blanket Guarantee.

Kerakusan
Tanpa bermaksud untuk mengkaji penyebab Krisis keuangan global yang terjadi saat ini, penulis melihat awal krisis ini adalah kerakusan para pelaku pasar keuangan. Bagaimana tidak, mereka adalah orang-orang yang hidup diperkotaan dengan gaya hidup jet set dan mega modern, yang setia membaca majalah-majalah yang mempertontonkan kekayaan dan kesuksesan seseorang atau satu kelompok yang semuanya hanya dihitung dari seberapa besar mereka mampu mengisi pundi-pundi mereka.
Bacaan yang mereka konsumsi sehari-hari lambat laun menjadi way of life mereka, bahkan menjadi way of life bagi para juniornya, sehingga mereka yang masih sekolah tidak lagi tertarik untuk mendalami ilmu-ilmu murni atau jika pun mereka terlanjur mendalami ilmu eksakta, tetapi pada akhirnya mereka bekerja dibidang finansial yang tak berhubugngan sedikitpun dengan ilmu yang mereka pelajari pada saat kuliah.
Mengapa demikian ? karena jika mereka tetap menggeluti ilmu yang mereka pelajari semisalnya pertanian, maka mereka hanya akan menjadi petani atau juragannya petani. Adakah karena petani harus bekerja dengan bergumul lumpur sehingga mereka enggan untuk itu dan memilih dikantoran yang adem di ruangan ber AC boleh jadi yah, tapi sepertinya lebih dari itu. Jika jadi petani atau juragannya petani sekalipun, keuntunggan atau penghasilan yang diperoleh akan sanngat tergantung pada hasil panen. Hasil panen sudah sangat terukur, dan alam sebagai bahan dasar untuk menanam sudah dapat diprediksi perhektar akan menghasilkan berapa, dengan pupuk dan benih seperti apapun dan bila berusaha menentang sifat alam, maka yang terjadi adalah benih Supertoi yang berubah menjadi super loyo. Bila gagal dapat dihitung kerugaian nya berupa gagal panen. Tidak demikian halnya dengan sektor finansial, tanpa ada peningkatan produksi sekalipun tetapi hanya dengan sebuah isue entah itu benar atau tidak (namanya juga isue) harga dapat berfluktuasi secara signifikan, dalam pergerakan tersebut akan ada pihak yang sangat diuntungkan (bisa jadi kaya mendadak) dan ada pihak yang buntung. Ketergiuran ini yang menjadi rangsangan para pihak untuk ke arah sana, dalam hitungan minggu bahkan hari zero sum game tersebut dengan pasti akan memperkaya para pialang (beroker) karena apapun situasinya yang pasti mereka akan selalu untung.
Margin konvensional lambat laun tidak lagi diminati, para broker dan penyedia jasa keuangan juga semakin kreatif untuk menawarkan model investasi dengan margin yang cukup, bahkan sangat tinggi, tentu dengan propaganda penawaran bahwa risikonya terkendali. Mereka melupakan atau sengaja melupakan bahwa didalam margin yang tinggi akan terkandung risiko yang tinggi (high risk high return). Sehingga pada saatnya hukum dasar tersebut terjadi dimana mereka harus menanggung risikonya, maka pemerintah diminta untuk menanggulangi yang dikenal dengan program restrukturisasi atau baill out yang keseluruhannya pasti berdasarkan dana pemerintah yang berasal dari pajak yang artinya uang publik juga.
Demikian halnya dengan perbankan, walaupun secara makro benar bahwa penjaminan akan memberikan rasa aman bagi para pemilik dana untuk tetap mempertahankan dananya di perbankan nasional, tetapi pada sisi lain mereka yang termasuk golongan “petani bunga” akan dengan leluasa melakukan hobbbinya sebagai petani bunga dengan mencari bank yg berani membayar paling tinggi tanpa peduli tingkat kesehatan bank ybs. Lalu apakah hal ini bukan berarti kemunduran dan “pembodohan” ?
Penjaminan sebesar Rp. 2 M saat ini, sedikit banyak telah mempengaruhi masyarakat. Ada benarnya pendapat para pengamat politik, bahwa bangsa ini adalah bangsa pemaaf dan sekaligus pelupa, lihat saja keberadaan seorang pemimpin atau partai politik yang belum lama dihujat habis dan dianggap sebagai biang kehancuran bangsa, tetapi pada saat masa kampanye dimana pemimpin atau parpol tersebut dapat melakukan propaganda utamanya melalui iklan dan sedikit bagi-bagi kebutuhan pokok atau yang sejenisnya bahkan uang, mereka akan memaafkan sekaligus melupakan peristiwa tersebut dan masih tetap memilih pemimpin atau partai itu. Demikian halnya dengan perbankan, sekalipun kejadian kehancuran perbankan dengan dilikuidasinya beberapa perbankan yang membuat masyarakat harus mengantri bahkan kehilangan bunga yang seharusnya diterima dari bank tersebut sebagai akibat dari ketidak mampuan bank itu memenuhi kewajibannya dan akhirnya dilikuidasi. Peristiwa itu tidak membuat masyarakat lebih arif dalam memilih bank, mereka hanya berfikir toh pemerintah menjamin jadi di bank mana pun ditempatkan dananya sama saja yang penting bank mana yang berani kasih bunga tinggi dan bonus menarik. Bukankah kondisi ini akan mengakibatkan naiknya cost of funds di kalangan perbankan? Tidak peduli bank yang sehat maupun yang “ngap-ngapan” akan mengalami hal yang hampir sama, pada akhirnya tinngkat bunga pinjaman akan meningkat, yang berdampak pada pelambatan di sektor riil, sementara disisi lain para pemilik dana akan meninkmati tambahan penerimaan akibat peningkatan tingkat suku bunga. Haruskah kita terus memberi kehidupan yang lebih pada “petani bunga” dengan mempersulit pergerakan pada sektor riil, yang memberikehidupan yang serba “pas-pasan” kepada para pekerja/buruh ?

Harapan
Pemerintah (Inc. BI) selayaknya dapat berhitung lebih cermat lagi, dan tidak hanya latah-latahan mengikuti langkah yang dilakukan oleh pemerintah negara lain. Kasus Krisis Global yang begitu dasyat bagi negara-negara eropah dan USA, boleh jadi membutuhkan keputusan dilakukannya penjaminan, sekalipun penulis tidak yakin akan melakukan blanket guarantee. Tetapi Indonesia hanya negara yang terimbas, sehingga perlu dihitung dengan cermat pada beberapa skenario, berapa besar sesungguhnya dana yang akan pindah ke LN bila penjaminan tidak diterapkan, apakah cadangan devisa negara masih sanggup mengcovernya ?. Sudah hal umum diketahui, bahwa margin pada sektor riil akan lebih sustain dan menguntungkan dibandingkan dengan hanya menempatkan dana di perbankan. Pemerintah harus tetap mendorong perkembangan disektor riil dengan tidak terpengaruh dalam menaikkan suku bunga acuan, agar sektor perbankan tetap dapat mengucurkan kredit pada tingkat suku bunga yang masih dapat diserap oleh sektor riil. Dengan bergulirnya sektor riil, maka para pemilik dana pada akhirnya akan lebih tertarik untuk menempatkan dananya di sektor riil baik secara langsung maupun melalui media pasar modal dengan margin yang lebih menjanjikan dan prospek yang memadai.
Pencabutan Blanket guarantee secara bertahap yang dilakukan pemerintah sesungguhnya adalah langkah maju dan cerdas yang dilakukan BI (pada era Burhanudin Abdullah) yang semula juga banyak dikawatirkan berbagai pihak akan terjadinya capital fligh, tetapi pada kenyataannya hanya isapan jempol belaka. Lalu mengapa saat ini pemerintah dan BI tidak menggunakan pengalaman masa lalu untuk tetap pada pendiriannya ? Pemberian penjaminan hingga Rp. 2 M saja sudah merupakan langkah mundur, konon lagi dengan Blanket guarantee ? hasnov08

GARBAGE

Oleh : P. Erianto Hasibuan
Sekembali penulis dari Purwokerto (Jawa Tengah) untukliburan akhir tahun beberapa waktu yang lalu, penulis dikagetkan dengan situasi kota Medan yang banyakberbeda. Penulis terpana karena selama 2 minggumeninggalkan kota Medan, begitu banyak perubahan yangradikal, perubahan pertama adalah penumpukan sampahdimana-mana bahkan hampir disetiap tempat sampahdipinggir jalan penuh bahkan meluap, tempat sampah dipasar tradisional bahkan mengambil hampir satu jalurbadan jalan. Misalnya Pasar Tanjung Rejo di Jl. SetiaBudi.Kekagetan yang kedua adalah munculnya spandukpendatang baru yang bukan mengkampanyekan BalonGubernur tetapi bertuliskan “TINDAKAN KPK MELAKUKANPENAHANAN ABDILLAH MELUKAI HATI RAKYAT KOTA MEDAN”Spanduk ini tak bertuan, karena kita tidak mengetahuisiapa yang memasang dan dari kelompok mana.Selama berlibur penulis tetap membaca harian nasionalmaupun harian lokal (Jawa tengah) dan sesekali akseske situs harian lokal Medan. Penulis mengetahuiinformasi bahwa Bpk. Abdillah sebagai Walikota danBpk. Ramli sebagai Wakil Walikota telah ditahan olehKPK atas tuduhan kasus Korupsi.Budaya Pelapor Sesampai di rumah penulis mendapat selebaran daripengurus komleks perumahan, bahwa untuk sementarawaktu warga diminta untuk membakar sendiri sampahnyakarena ketiadaan mobil pengangukut sampah untuk sampaijangka waktu yang tidak dapat ditetukan. Beruntungpenulis sedang cuti, jadi setiap pagi penulis bertugasuntuk membuang sampah.Penulis tidak bermaksud untuk mengulas siapa yangbertanggung jawab atas masalah sampah di Medan, yangmenarik bagi penulis adalah, sebegitu burukkahmanajemen di Pemko Medan ?.Setiap organisasi sekecil apapun tentu memilikirencana kerja apakah itu action plan ataukah actionstep, yang keseluruhan dibuat bersifat antisipatif,artinya diformulasikan untuk jangka waktu yang akandatang, bukan untuk yang telah berlalu, karena jikademikian itu namanya laporan. Pada action planmasing-masing penanggung jawab pekerjaan (sebagaicontoh Dinas Kebersihan) akan membuat rencana kerjaatas aktivitas kebersihan di kota Medan selama kurunwaktu terrtentu termasuk anggaran yang dibutuhkan,demikian juga aktivitas yang akan dilakukan didalamaction step. Dalam hal ini meliputi kondisi-kondisioptional jika ada variabel tertentu yang tidakberjalan sesuai dengan yang direncanakan. Dengandemikian berakhirnya sebuah kontrak kerja sudah dapatdiantisipasi jauh hari sebelumnya, termasuk optionalstep yang akan dilakukan. Bila hal tersebut dilakukan maka, kondisi yang terjadisaat ini dapat dihindari, sekalipun Kepala Dinasberhalangan, Walikota dan Wakil Walikota berhalangan,sebab aparat telah bekerja by system sesuai denganrencana kerja yang telah disepakati. Yang penuliskhawatirkan bila semua itu tidak ada atau ada tetapihanya sebagai asesoris untuk kegunaan pemeriksaan(audit), bila pihak inspektorat melakukan tugasnyauntuk memeriksa, maka hasil temuannya akan menunjukkanopini yang baik karena check list yang diajukan dapatdijawab dengan baik dan disertai dokumen pendukung. Situasi seperti itu akan menghasilkan pemerintahanyang berjalan by person (by order) aparat hanya akanbekerja bila diperintah, tanpa perintah mereka bingungharus mengerjakan apa, dan mereka hanya mampu membuatlaporan untuk meyakinkan atasannya bahwa perintah yangdiberikan telah dilaksanakan sesuai dengan keinginansi atasan (atau istilahnya Asal Tugas Selesai/ATS) dan bukan untuk mempertanggung jawabkan bahwa tugasnyatelah menghasilkan output sesuai dengan target yangditetapkan. Bila demikian halnya, hanya akanmenghasilkan aparat-aparat yang berbudaya pelapor(membuat laporan ATS) tanpa pernah menghasilkan aparatyang kreatif dan antisipatif. Spanduk Di negara kita setiap warga negara maupun kelompokbebas menyatakan pendapatnya dan itu dijamin oleh UUD,itulah kemungkinan besar yang dipahami oleh pembuatspanduk “TINDAKAN KPK MELAKUKAN PENAHANAN ABDILLAHMELUKAI HATI RAKYAT KOTA MEDAN” Namun yang disayangkanmereka hanya melihat dari sisi HAK, tanpa dibarengidengan KEWAJIBAN untuk mempertanggung jawabkan opiniyang mereka sampaikan. Hal termudah siapakah merekayang mengatas namakan rakyat kota Medan?, sebagaicontoh mudah, saya warga Medan, tetapi siapa yangmembuat dan untuk apa saya tidak pernah tahu.Sementara opini yang terbangun adalah KPK salahbertindak. Benarkah demikian? Jika benar, maka wargaMedan termasuk saya menjadi ”lawan” KPK karena telahmelukai hati saya. Layakkah saya menjadi ”lawan”mereka yang sedang melaksanakan tugasnya ? Bayangkan apa jadinya jika setiap orang atau kelompokmasyarakat melakukan hal yang sama, maka kota Medanyang saat ini telah penuh dengan spanduk para balonGubernur akan disumpeki lagi oleh berbagai spanduklain dengan opini apapun yang mereka sukai, jikademikian apa jadinya ? Jangan-jangan akan tibasaatnya masyarakat tidak akan pernah melihat petunjukjalan dan bahkan traffic light sekalipun telah dibuatdengan lampu yang cukup besar, karena tertutup olehspanduk. Lalu, apa kabar dengan Dinas Pertamanan ? Harapan Kita dapat menikmati indahnya sebuah pertandingansepak bola jika ada wasit yang berkuasa penuh untuk memimpin pertandingan dan mampu memberi sangsi kepadapemain yang melakukan kecurangan, sekalipun pemain tersebut adalah pemain bintang yang bahkan bayarannya 1.000 kali bayaran sang wasit. Andai sang wasit tidakmemiliki kuasa dan atau salah dalam menggunakankekuasaannya bahkan mungkin lupa bahwa ia memilikikuasa karena tidak ada perintah dari atasannya, maka yang kita tonton hanyalah sebuah tawuran yang penuh dengan kebencian. Semoga kota Medan tetap Indah karena ada sistim yang indah.

Jumat, 14 November 2008

Tiga Kebijakan BI Dongkrak Pertumbuhan Kredit UMKM 3%

Rabu, 12-09-2007 *herman saleh MedanBisnis – Medan

Tiga kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang diluncurkan sejak 2005 yakni PBI No 7/39/PBI/2005 tentang Bantuan Teknis, PBI No 8/3/DPNP tentang Perhitungan ATMR, dan PBI No 9/PBI/2007 tentang Kualitas Aktiva Bank Indonesia (BI) yang bermuara mendorong dan memudahkan pengucuran kredit bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) berhasil menumbuhkan kredit sekitar 3%/tahun kepada UMKM. “Selain itu, telah banyak kebijakan BI yang ditujukan untuk memberikan fleksibilitas kepada perbankan agar memiliki kemampuan lebih untuk menjangkau UMKM,” kata Branch Manager BTN P Erianto Hasibuan, dalam seminar Strategi Penumbuhan Usaha Baru untuk Menggerakkan Ekonomian Kerakyatan, yang diselenggarakan Diskop UKM Sumut bekerjasama dengan CV Mitra Akademika Medan, di Gedung Suara Naviri, Selasa (11/9).Erianto memaparkan, dalam kebijakan terbaru yakni kebijakan No 9/6/PBI/2007 merupakan perubahan atas PBI No 7/2/PBI2005. Perubahan tersebut dikhususkan terhadap kualitas penempatan berupa kredit BPR dalam rangka linkage program dengan pola executing. Melalui kebijakan ini, katanya, juga diatur tunggakan pokok dan atau bunga sampai dengan 5 hari kerja menjadi 30 hari kerja. Sedangkan dalam SE BI No 8/3/NPNP ditetapkan bobot risiko untuk kredit usaha kecil (KUK) diperkecil menjadi 85%. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong bank agar mampu meningkatkan ekspansi kreditnya di bidang KUK tanpa harus menyediakan modal lebih besar.“Keseluruhan kebijakan tersebut searah dengan penyemburnaan terhadap program-program Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM. Sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif, mencakup sistem perbankan secara menyeluruh,” katanya.Sementara itu, Kasubdis Program Diskop UKM Sumut Bonar Sirait yang juga sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, Diskop UKM terus berusaha menciptakan Koperasi dan UMKM yang bankable melalui rangkaian pelatihan. Untuk itu, Bonar berharap para pelaku UMKM di Sumut segera membentuk wadah koperasi untuk memudahkan penyaluran kredit, khususnya yang berasal dari perbankan.“Selama ini, kita sangat kesulitan dalam mengevaluasi UMKM yang produktif, disebabkan belum ada wadah. Untuk itu, kita harapkan dengan salah satu program Diskop UKM dalam penciptaan koperasi berkualitas, terbentuk koperasi kelompok-kelompok UMKM. Sehingga kredit tersebut bisa kita salurkan melalui lembaganya,” harap Bonar.

Selasa, 22 April 2008