Senin, 05 Oktober 2009

DIBALIK SEBUAH PERISTIWA

Oleh : P. Erianto Hasibuan
Alkisah di sebuah desa tinggal lah seorang tua dengan seorang anak lelakinya. Si Bpk. Bekerja sebagai pengrajin kayu yang kerap keluar masuk hutan bersama seorang anak lelakinya dan seekor kuda. Si Bpk. hidup sangat sederhana, suatu kali saat ia dan anaknya mencari kayu ke hutan, mereka kembali tanpa kudanya. Para tetangga pun bersimpatik kepadanya atas apa yang mereka alami. Kekayaan satu-satunya dan alat transportasi yang mereka miliki hilang sudah. Tetangganya berkomentar: “Sial benar nasib nasibmu, hanya punya satu ekor kuda dan saat ini hilang entah ke mana”. Lalu si Bpk menjawab : “Jangan lah katakan demikian, katakan saja kudaku saat ini sedang berada di tempat yang lain”. Tidak lama berselang kuda putihnya kembali, tapi kali ini kuda itu membawa serta 11 ekor kuda liar dari hutan. Mendadak si Bpk menjadi buah bibir dan dihormati, karena warga desa yang terkaya sekalipun di desa mereka hanya memiliki 10 ekor kuda. Warga desa pun mulai berbalik dengan rasa hormat kepada si Bpk. dan berkomentar : “Engkau memang orang yang paling mujur dan beruntung di desa ini, kuda mu hanya satu tapi mampu membuatmu menjadi sangat kaya”; Kembali si Bpk. Mengatakan, “janganlah katakan demikian, aku bukanlah orang yang beruntung, katakan saja : “Kudaku sekarang mempunya banyak teman”. Saat anak lelaki satu-satunya berusaha untuk menjinakkan salah satu kuda liar, ia terjatuh dan kakinya patah, warga desa kembali berkomentar : “Aduh, malang nya nasib mu Pak tua, hanya punya anak semata wayang, dan kini menjadi cacat seumur hidup, apa sih dosamu ?” Si Bpk. Kembali menjawab, “Jangan katakan aku malang, katakan saja bahwa anak ku memerlukan waktu istirahat sejenak”. Tidak lama berselang, kerajaan mereka berperang dengan kerajaan lain, sehingga seluruh warga laki-laki yang berusia di atas 15 tahun, wajib menjadi prajurit untuk berperang. Seluruh pemuda di desanya berangkat, kecuali anak si Bpk karena kakinya yang cacat. Tidak lama berselang, kekalahan diberitakan, seluruh pemuda di desa itu tewas dalam medan peperangan. Tinggallah si Bpk menjadi satu-satunya di desa tersebut yang memiliki anak lelaki, sekalipun cacat. Banyak hal yang terjadi dalam hidup ini, kita tidak pernah tahu sebelumnya, tetapi kalau kita tetap mensyukuri, niscaya kita akan dapat melaluinya dengan penuh rasa syukur, karena Sang Khalik pasti memberikan rancangan yang INDAH bagi setiap kita yang senantiasa BERSYUKUR atas setiap peristiwa. (has02102009)

Selasa, 27 Januari 2009

Quid pro quo (Mangku, Coki n Imam)

Sore itu sepertinya tidak ada yang istimewa. Sekembali dari melakukan general check up kami kembali ke rumah dan bercengkrama dengan keluarga. Selepas magrib kami masih nyantai dengan penuh keceriaan. Tetapi malam itu seorang teman menelepon dan mengkonfirmasi adanya kabar kecelakaan yang menimpa keluarga besar Bank BTN di Bintan -Batam. Penulis tak dapat mengkonfirmasi, karena seluruh nomor Telepon yang dihubungi dalam keadaan sibuk atau non aktif. Tak lama berselang serombongan SMS menyerbu dengan berita yang sama. Sabtu, 24 Januari 2009 Bpk. Mangku Mukmin, Bpk. Noviansyah (Coki) dan Bpk. Imam Fajari, telah kembali kepadaNya untuk selama-lamanya tak kembali.
Lamunan menerawang disaat-saat indah periode 1996 hingga 2000. Imam Fajari, penulis mengenal benar sadara ku yang satu ini, sejak masuk BTN. Saat di LPPI dan pendidikan Analis Kredit sebelum mulai bekerja di BTN, penulis telah berinteraksi dengannya sebagai instruktur. Penempatan pertamanya di BKU/DKPI menjadikan kami kembali bersama di Divisi yang sama dan duduk sejajar hingga DKPI ganti baju menjadi DRPK. Saat menempu pendidikan Pasca Sarjana kami juga bersama-sama, demikian juga pendidikan MLP. Sanking dekatnya kami berbagi rangking, Imam kebagian ranking 2 penulis kebagian rangking 1. Sebagai seorang pegawai baru, dia sukses menyamai bahkan mendahului para seniornya termasuk penulis, karena kami promosi kepala seksi bersamaan tahun 2000 dan menjadi Ka. Capem tahun 2005.
Pkl. 06.30 pagi bersama teman-taman sejawat dari KC Bekasi, kami meluncur ke Bandara Soekarno Hatta, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ketiga saudara yang kami cintai. Bpk. Noviansyah yang lebih akrab dikenal dengan Pak Coki, bersama dengan penulis di DRPK, saat itu beliau sebagai kepala Seksi. Bapak yang satu ini dikenal dengan kelembutan dan senyumnya yang “sumringah”, semangat yang tinggi dibuktikan nya, setidaknya saat kami mengikuti ujian Sertifikasi Manajemen Risiko, sekalipun dalam keadaan sakit, ybs tetap bertahan untuk mengikuti ujian dan hasilnya .. ybs berhasil lulus.
Duapuluh dua unit mobil beriringan dari Bandara Soekarno Hatta, sekitar pkl. 10.00 an jalanan Jakarta diramaikan dengan suara sirine yang bersaut-sautan menuju Jl. Gajah Mada. Keluarga Bpk. Mangku Mukmin ada diantara rombongan, tersayat rasanya hati ini melihat anak-anak beliau menyambut peti jenazah di terminal kargo. Pak Mangku juga adalah kepala Bagian di DRPK saat penulis masih di DRPK. Ketegasan dan Disiplin tinggi adalah kenangan yang indah dari beliau. Berbahasa Palembang senantiasa dengan penulis merupakan kenangan yang tak terlupakan, sekalipun telah di KC Padang dan Batam, kala berkomunikasi beliau masih kerap menyapa “mak mano er ?!”
Mereka telah memberikan sesuatu yang terbaik dari dirinya kepada lembaga, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tentu ada ketidak sempurnaan dikala mereka mencoba memberikan yang terbaik, tetapi semua itu adalah upaya mereka untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan lebih baik lagi. Jika mereka telah memberikan... saatnya kita untuk menerima segala ketidak sempurnaan yang ada, sebagai kenangan yang indah dan pada saatnya untuk dilupakan. Bak pepatah Yunani mengatakan Quid pro quo ...memberikan sesuatu untuk menerima sesuatu. Selamat jalan Saudaraku ... May Peace be with your family.